Sabtu, 06 Oktober 2012

lorong pikiran hati yang bersekat



hati bersekat, bagai melodi burung yang menyapa senja
mematok pagar di lorong pikiran
berusaha sadar dari gurauan sang ingin
meloncat dan berbalik dalam gambarmu.

tiupan topan menyapa angan,
dia menyapa dalam kamar hati
aku tak ingin tahu.....
bergelut dengan tepian coretan gambar

obrolan pikiran pun muncul seketika.
menanti masa kejayaan yang tak kunjung padam
detikan jantung menyembunyikan jawaban
terungkap dengan tanda dalam beranda jiwa.

di hati yang bersekat, ada gambar yang berjalan dalam lorong pemikiran
kunikmati semua dengan sketsa hati yang kuraih
tak kulepas, karena takut tak kembali
berusaha memenjarakan sang nafsu.
dan sang waktu adalah sang ingin untuk rindu.
di hati yang bersekat ada gambarmu yang berjalan searah dengan pikiran...

Tak bermata, berasa- berasa, tak bermata



Mengeras pikir tak berpenghuni
Menancap tajam mata nafsu ke hati
Dan batu-batu itu genangkan air, tak ada sela keluar

Dan seketika terbelah,
Kosong merasuk sampai berada di balik pagar
Dan menganga pada gendang “aku tak ingin...”
Angin menjadi ingin
Singkirkan putih menjadi merah
Singkirkan hijau menjadi hitam
Tak bermata tapi berasa

Ingin menjadi angan
Menerawang di balik kesamaran
Tak, tik, tol pun adalah sebuah jalan.
Berasa tapi tak bermata                                                                                 
Dan menganga lagi “inikah...”?

jengkal bisa menghitung tetesan air
tak tik tol tak bisa larut dalam pikiran
karena ini, bukan abal-abal

Mungkin memang debuku.
Tapi, bila ini adalah madu, kan kubiarkan kau jadi kupu-kupu

Dawai-dawai Pragmatik



satu nada, dua melodi, tiga irama.
sepuluh jemari tak letih mengutuk sang senandung.
bermain diantara ketukan ketikan alfabet.
membara benci, tak sembunyi dari semesta.

empat berhenti, lima menari, dan begitu seterusnya.
bait-bait sendu di seberang mengalir lancang terabai.
lirik per lirik terkuak penuh makna tersirat.
entah hanya lelucon, atau memang secuil pragmatik.

enam ada, tujuh selalu.
tetes-tetes bening bergulir tanpa mengadu.
mengemis detik demi detak mampu menyatu.
debarkan degup, selami satu palsu.

siapa yang mengenali?
tak ada. semua hanya hujatan,
membual kisah tanpa tulus hadir terjulur,
hingga semua sajak berdongeng tentang ragu.


[Wed, Sept 26, 2012 . 06:30PM]

Rabu, 08 Agustus 2012

Hilang, tak berjejak



Masih ada bayang

diluka batin yang menganga.

Lembut dan ngilu,

pergi dan berlari.



Kado tak biasa di bulan istimewa,

hanya tinggal lemparan sisa yang tak lagi berharga.

Terbuang dan sia-sia,

hilang tak berjejak.



Salah siapa?

Pendusta hanya bisa diam,

tersenyum tanpa ada daya,

terduduk tanpa ada rayuan.



Lalu, hari kemarin pun terasa tak nyata.

Kata terucap nyaring tanpa suara.

Lirih, hingga tak sanggup terbalas.

Tak pernah terbayang,
tak pernah terkejar.

Hilang, tak berjejak.


-La

Menahan Jatuh



Palsu mulai terangkai.

Rasuki persendian,
menusuk hingga menggigil.

Meski mata air tlah mengering,

namun pelupuk masih ingin menetes.



Palsu masih terangkai.

Tiada seorang pun mampu mengenali.

Tidak dia,

tidak pula jiwa yang sendu.



Palsu semakin tercabik.

Merobek batin yang haus akan rintik sang hujan.

Menikam relung, seolah tanpa kenangan.



Palsu itu adalah tulus.

Berlumur sesal tanpa daya mengejar.

Tersentak pedih, di tempat seharusnya Ia tersenyum.

Terhentak perih, di ruang seharusnya Ia bersuka.



Palsu kini menahan jatuh.

Berpijak kokoh diatas bebatuan rapuh.

Menunggu waktu 'kan mengubah takdir,

hingga rintik hujan bukan lagi masa lalu.



-La

Selasa, 24 Juli 2012

RIBUAN SETAN


Menaruh sifat pada hal yang tak logis.
Eskalasi Perang wadal anti makar perempuan najis.
Muraja mendominasi para dewa-dewi sesat praktis.
sesat sesat lautan kaki tangan kepala.
Kitab intelijen bahaya yang laten ternokta.
serupa tornado bertemu final onani dalam selokan.
bara-bara itu masih menyala.
api-api itu masih menuai asap.
menantang Mitos.

 Ludah meludah-lah di-wajah-ku.
 kepalan tangan aku mati hampir mati.
 Teluk yang kau llihat adalah darah-ku.
 Tersnyum langgam jawa mengiringi.
 Aku tersesat berteriak tak di-dengar.
 Aku mati tak di-terpa amal.
 Wahai WANITA-ku.
 AKU TERTIDUR DALAM BELAIAN-mu.

AKU TAK BISA BERHENTI BERTANYA.

Minggu, 22 Juli 2012

tanpa kata


Pernahkah kau...

memendam asa untuk sebuah kata yang bahkan belum terucap?

Pernahkah kau...

mendendam rasa karena sebuah bahasa yang bahkan tak pernah terungkap?



Jiwa berlalu tanpa seuntai maaf berbisik,

tak peduli arah kemana angin kan membawa...

Yang terindah tak pernah terangkai,

harap terabai, biarkan amarah terus meraja...


Kemana rasa bersalah itu?

Rapuh melepuh tanpa belai coba menyentuh.

Kala sesal datang memanggil,

langkah terhenti, pastikan relung 'kan tetap terengkuh...



-La

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites